TunjukArah - Blog

Micromanage Dikit Biar Jalan, Bro!

Diterbitkan pada: 31 May 2025 Kategori: Blog
Micromanage Dikit Biar Jalan, Bro!
Kalau ngomongin soal gaya kepemimpinan, pasti banyak yang langsung bilang, "Jangan micromanage dong! Kasih kepercayaan ke tim!" atau, "Pemimpin yang baik itu cukup kasih arah, nggak usah ikut ngatur-ngatur!" Tapi, tunggu dulu. Gaya kepemimpinan micromanagement itu nggak selalu buruk kok, apalagi kalau konteksnya adalah Indonesia saat ini.

Yuk, kita bahas santai kenapa sebenarnya Indonesia masih butuh pemimpin yang micromanage—yang mau turun ke lapangan, ngulik hal-hal detail, dan nggak cuman duduk di belakang meja sambil bagi-bagi tugas.


1. Kenyataan di Lapangan: Sistem Belum Solid-Solid Amat

Satu fakta yang harus kita terima: sistem birokrasi di Indonesia itu belum berjalan seideal negara-negara maju. Banyak banget titik-titik rawan di mana hal-hal kecil bisa bikin program besar jadi gagal. Misalnya, dana bantuan sosial bisa nyangkut gara-gara dokumen telat diproses. Atau pembangunan jalan bisa molor berbulan-bulan cuma karena surat izin dari satu instansi nggak turun-turun.

Di situ lah pentingnya pemimpin yang micromanage. Pemimpin yang mau ngecek satu-satu, nanyain langsung ke dinas terkait, bahkan kadang harus turun tangan ngurus izin sendiri biar proyek jalan terus.


2. Budaya Kerja yang Masih Perlu Dorongan

Kita nggak bisa tutup mata soal budaya kerja di banyak institusi. Masih ada mentalitas "asal bapak senang", di mana laporan bagus di atas kertas tapi realita di lapangan zonk. Nah, pemimpin yang micromanage bisa jadi ‘rem’ buat budaya ini. Karena bawahan tau, bosnya bakal ngecek sampai ke hal-hal kecil. Jadi, mereka nggak bisa sembarangan ngasih data atau ngejalanin proyek setengah hati.

Bukan soal nggak percaya sama tim, tapi lebih ke arah menciptakan standar kerja yang tinggi dan disiplin. Kadang kita butuh ‘mata elang’ yang selalu ngawasin detail supaya semua pihak kerja maksimal.


3. Transisi ke Gaya Modern: Tapi Pelan-Pelan

Bener sih, idealnya pemimpin itu visioner, bisa delegasi, dan fokus ke hal strategis. Tapi buat sampai ke titik itu, semua orang di bawahnya juga harus udah bisa kerja mandiri dan profesional. Faktanya? Masih banyak yang belum. Jadi, gaya micromanagement ini bisa dibilang sebagai "fase transisi".

Pemimpin micromanage yang bagus itu ibarat guru yang ngajarin murid satu-satu sampai ngerti. Bukan berarti selamanya harus diawasi, tapi untuk sekarang, itu perlu. Kalau udah stabil dan mental kerja semua orang udah bagus, baru deh pelan-pelan pindah ke gaya kepemimpinan yang lebih delegatif.


4. Contoh Pemimpin Micromanage yang Berhasil? Banyak!

Kalau kita lihat sejarah, banyak banget tokoh sukses yang punya gaya micromanage. Sebut aja Soekarno, yang bahkan ikut desain tata kota dan lambang negara. Atau Presiden Jokowi yang suka blusukan, ngecek langsung proyek infrastruktur. Bahkan di dunia bisnis, Steve Jobs dikenal perfeksionis dan super detail—tiap desain produk Apple bisa dia revisi puluhan kali.

Mereka semua bukannya nggak percaya timnya, tapi mereka sadar kalau hal kecil bisa punya dampak besar. Dan di negara berkembang kayak Indonesia, detail kecil itu bisa jadi penentu antara sukses atau gagal.


5. Tantangan Terbesar: Jangan Overdo It!

Tentu aja, micromanagement juga punya sisi negatif. Kalau terlalu over, malah bisa bikin orang jadi takut ambil keputusan dan nggak berkembang. Nah, makanya perlu balance. Pemimpin yang micromanage sebaiknya nggak jadi ‘bos galak’ yang nyalahin terus, tapi lebih kayak pelatih yang aktif bantu timnya berkembang sambil tetap pegang kendali di awal-awal.

Kuncinya adalah: micromanage dengan hati, bukan dengan emosi.


Penutup: Micromanagement Hari Ini, Kemandirian Besok

Jadi, jangan langsung alergi sama kata "micromanagement". Di negara seperti Indonesia, yang sistemnya masih terus dibenahi dan SDM-nya masih butuh banyak pembinaan, pemimpin micromanage itu justru kayak vitamin. Kita butuh pemimpin yang nggak cuma bisa pidato di panggung, tapi juga mau turun ke bawah, ngeliat langsung kondisi, dan ngecek apakah visi besarnya benar-benar dijalankan sampai level bawah.

Micromanage sekarang, biar nanti kita bisa punya sistem dan SDM yang mandiri. Karena kadang, buat maju, kita harus mulai dari ngurus hal-hal kecil.

Kalau kamu sendiri, lebih suka pemimpin yang micromanage atau yang full delegasi?
Sumber:
  • Hersey, P., & Blanchard, K. H. (1982). Management of Organizational Behavior: Utilizing Human Resources. Prentice-Hall. → Teori kepemimpinan situasional: kepemimpinan harus menyesuaikan dengan kesiapan tim.
  • Harvard Business Review (2016). Micromanagement is Misunderstood. → Menjelaskan bahwa micromanagement bukan selalu negatif jika diterapkan secara tepat dan kontekstual.
  • Forbes (2020). Why Some Great Leaders Are Actually Micromanagers. → Menunjukkan bagaimana beberapa pemimpin sukses menggunakan pendekatan micromanagement dengan bijak.
Bagikan: